Tulisan
TOU 1 minggu ke-4
Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]
Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.
berikut adalah beberapa kerusakan yang terjadi
seputar perayaan tahun baru masehi.
1. Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan 'Ied (Perayaan)
yang Haram
Perlu diketahui
bahwa perayaan ('ied) kaum muslimin hanya ada dua yaitu 'Idul Fithri dan 'Idul
Adha. Anas bin Malik mengatakan, “Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua
hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang
ketika itu. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau
mengatakan, “Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya.
Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu
hari Idul Fithri dan Idul Adha”.
2. Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru)
Orang Kafir
Merayakan tahun baru
termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu
'alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti
jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka
baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.
3.
Begadang
Tanpa Ada Hajat
Begadang tanpa ada kepentingan yang syar'I dibenci
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah
menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali.
Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat 'Isya dan ngobrol-ngobrol
setelahnya.
4. Mengganggu kaum muslimin
Merayakan tahun baru
banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising
lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim
lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti
orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang
muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”
5. Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan
Perayaan malam tahun
baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita
perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000
untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu
yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah
berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru
perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?!
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya), “Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’:
26-27).